
Pada bab ini, publik diajak untuk membedah efektivitas dan efisiensi PT Karya Pak Oles Tokcer mendirikan Divisi Humas Pak Oles Center yang mengelola dua media, Koran Pak Oles (KPO) dan Tabloid Otomotif Montorku. Menilik pengambilan nama OLES menimbulkan kesan ‘koran yang dikelola asal-asalan’. Sabar dulu! Oles adalah nama historis yang tak bisa dihapus begitu saja, apalagi disangkal keberadaannya. Oles berarti: Organik, Lestasi, Sehat dan Sejahtera.
Sebuah visi yang tajam, jelas dan merakyat. Perlu ditulis ulang sebagai pintu masuk penegasan eksistensi KPO bukan sebagai media promosi setara brosur atau pamflet iklan. Meski ada iklan full tentang produk Ramuan Pak Oles dan ulasan soal kegiatan perusahaan.
Pendirian atau eksistensi dan kontinuitas sebuah media massa bersendikan 4 pilar ‘konvensional’ meliputi visi dan misi dengan cakupan idealisme yang ingin direngkuh, barisan SDM meliputi awak redaksi, tim marketing dan distribusi yang memiliki kecerdasan inovatif dan emosional, sistem manajemen yang terorganisir, dan terakhir adalah sumber dana atau modal ‘awal’ menuju tahapan break event point.
Visi, misi, perekrutan SDM dan distribusi KPO sudah dipaparkan pada tulisan sebelumnya. Yang perlu diulas adalah soal iklan. Sebagai media, jelas KPO membutuhkan iklan sebagai napas pembiayaan operasional. Iklan itu adalah Ramuan Pak Oles. Jadi KPO sebatas mempromosikan ramuan tradisional racikan Dr Ir GN Wididana, M.Agr yang lalu populer dengan panggilan Pak Oles? Sabar dulu. KPO adalah media yang dibangun perusahaan obat tradisional ini untuk mempercepat proses penyebaran informasi soal pengembangan dan aplikasi teknologi Effective Microorganisms (EM) di bidang pertanian, kesehatan, peternakan dan pengolahan limbah.
Dan dalam perkembangannya, KPO kini kian memantapkan diri sebagai media cetak yang memperjuangkan pasar jamu tradisional di Indonesia. Inilah keputusan taktis yang visioner. Bayangkan, KPO tidak sekedar menulis produk Pak Oles, tetapi juga dengan serius memberitakan perkembangan produk-produk obat tradisional di Indonesia, termasuk Jamu Djago, Nyonya Meneer, Mustika Ratu, Sido Muncul, Marta Tilaar Spa, dan perusahaan jamu tradisional lainnya. Kompetisi pasar domestik ditinggalkan lalu dibangun segmen pasar obat tradisional. KPO terus berupaya menjadi media yang menyajikan berita soal standar mutu, khasiat dan respek pasar obat tradisional.

Pilihan membangun media sendiri adalah langkah strategis dalam pengawalan berita yang sistematis, terarah dan kontinyu. Plus, memangkas biaya advetorial, budget iklan dan penciptaan lapangan pekerjaan. KPO memang bukan pintu tunggal mengalirkan ragam informasi soal pengembangan dan aplikasi teknologi EM di berbagai bidang kehidupan. Ada APNAN News yang menyajikan berita EM di berbagai belahan dunia. Juga media
Namun setidaknya, KPO menjadi media yang secara rutin menyajikan dan mengulas sekaligus sumber informasi teknologi EM bagi khalayak ramai, terutama praktisi pertanian organik di
Koran yang diedarkan secara gratis di Indonesia dengan oplah yang besar menjadi bukti faktual bahwa KPO berjalan di koridor manajemen yang tepat. Informasi teknologi EM menjalar cepat dari
Sebuah idealisme yang tidak digantung di menara gading teoritis. Institut Pengembangan Sumber Daya Alam (IPSA) sebagai pusat pendidikan kilat dan pelatihan terpadu aplikasi teknologi EM dikunjungi praktisi pertanian dari Sabang sampai Merauke, dan aktivitas direkam dalam rubrik-rubrik KPO. Suatu proses yang berjalan maksimal. Sebab apalah artinya membangun sebuah idealisme sementara perut keroncongan. Bukankah idealisme apapun termasuk membumikan cinta kasih berbuah kesejahteraan?
KPO sampai kapanpun harus dan di dalam ‘jiwanya’ terpatri, terpahat dan tertanam semangat militansi memasyarakatkan teknologi EM. Gairah militan ini lahir dari puncak kesadaran bahwa sebuah upaya nyata untuk menyejahterakan masyarakat, menjaga kelestarian alam dan meningkatkan produktivitas pangan dunia harus dipertahankan ‘habis-habisan’ di tengah budaya kapitalis yang angkuh, mengeksploitasi alam dan mengeksploitasi berita demi untung, saham, duit dan kerajaan bisnis.
Karena itu KPO secara eksternal harus siap menjadi musuh dan sasaran cercaan media massa yang asal menyajikan ‘upaya-upaya bulus’ program pertanian organik atau aneka proyek pertanian, peternakan atau pengolahan limbah musiman yang selalu terbukti merugikan rakyat. Mengapa? Jawabnya sederhana. Kehebatan sebuah program harus berujung pada kesejahteraan rakyat. Bila program demi program pembangunan terus bergulir tetapi perut rakyat terus kembang-kempis pasti di
Di titik ini, KPO tidak mencari atau mengupayakan publisitas semu. Benarkah? Publisitas dirancang terutama untuk menarik perhatian dan menciptakan kesadaran. Publisitas mengolah kesan yang disukai atau tidak disukai. Publisitas bisa dipandang sebagai suatu hasil, konsekuensi atas beberapa pemunculan atau dikenalnya beberapa informasi, bisa atau tidak bisa dikendalikan. Karenanya tidak semua publisitas dicari tetapi dihindari, mungkin melalui suatu kebocoran atau kehati-hatian.
Ya, terlontar kegamangan. Bukankah publisitas merupakan instrumen yang tidak efektif dalam meningkatkan penjualan? Anthony Davis, pakar PR asal Amerika dan penulis Everything You Should Know About Public Relations (2003) memberikan jawaban memuaskan. Jika publisitas yang dilakukan tidak memiliki ketepatan pesan, isi dan arah, maka publisitas jelas merupakan instrumen yang tidak efektif untuk meningkatkan penjualan. Jika publisitas ditanggapi serius, maka penjualan pun jelas meningkat. Kreativitas rubrikasi dan pengolahan materi adalah inti dari publisitas.
Sebuah media komunikasi yang profesional, sistematis, fokus akan berinkarnasi jadi lembaga pers. Itulah sebabnya, singgung Davis, banyak jurnalis yang kemudian melamar jadi PR. Bukan karena PR sebuah pekerjaan yang jauh dari tekanan deadline tetapi karena sistem kerjanya lahir dari sebuah kesadaran untuk meramu dan mengawal informasi hingga mencapai sasaran dituju.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar