
Media adalah milik publik. Maaf, meski sebuah media punya owner dalam segi permodalan. Namun dalam kerangka ideologi pers, jiwa pers adalah idealisme para jurnalis yang terkristal dalam realisasi visi dan misi media. Dalam alur ini, Koran Pak Oles mempertegas identitas sebagai media bangsa. Pemilihan term ini untuk menghindari salah pengertian antara media lokal dan media nasional. Koran Pak Oles memang terbit di Bali tetapi wilayah distribusinya di 9 propinsi, yaitu Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTB dan Sulawesi Selatan. Selaku media bangsa, KPO tidak luput dari kisah jatuh bangun dalam pengelolaan SDM dan perubahan tampilan (format).
KPO membangun sendiri pola rekrutment SDM dan pola distribusi yang unik. Dalam mencetak jurnalis yang cerdas, peka terhadap kebutuhan masyarakat, bertanggung jawab dan berani, manajemen PT Visi Media Pak Oles menetapkan pilihan merekrut ‘’wartawan pemula”. Pilihan ini lahir dari sebuah proses pergulatan. Sebuah media menjadi hidup dan bergairah bila awak redaksi berjalan dalam koridor idealisme dan bersama menjaga nyala api kerja sama dan tentunya pengorbanan. Sebab pilihan menjadi jurnalis adalah keputusan untuk menghidupi sebuah profesi bukan sebatas menyelesaikan suatu pekerjaan.
Wartawan baru tentunya mengikuti pelatihan demi pelatihan.
Pola distribusi KPO sangat unik dan berbeda dari pola-pola penyebaran media cetak konvensional. Redaksi bertugas memproduksi berita yang bermutu dan berkualitas. Sementara, distribusi KPO sepenuhnya menyatu dengan ritme kerja SPG Ramuan Pak Oles. Setiap hari, KPO diedarkan secara gratis oleh tim SPG secara acak di berbagai tempat dan lokasi. Karena itu, KPO tidak mengenal sistem retur. Koran gratis ini mengalami perkembangan oplah yang boleh dibilang amat berani. Terbit awal dari 5000 eks lalu menjadi 10000 eks. Ternyata kehadiran KPO dirasa tepat untuk menyosialisasikan pertanian organik dan kesehatan berbasis herbal. Lantas, KPO dicetak dengan oplah 40.000 eks., meningkat jadi 70.000, melonjak lagi mencapai 100.000 eks. Pada tahun 2004, KPO beredar dengan oplah 150.000 eks. Pada semester II, 2004 hingga kini, KPO telah mencatat oplah tertinggi sampai 220.000 eks. Perkembangan oplah ini diikuti dengan perpindahan tempat cetak dari Temprina (Jawa Pos Group) di Denpasar ke PT Antar Surya Jaya Surabaya (Gramedia Group) agar beban distribusi ke Lampung, Jawa, Sulsel dan Bali menjadi cepat, mudah dan lancar.
Pada tahun 2005, KPO mengalami proses resizing, tampilan wajah, penambahan halaman dari 12 halaman menjadi 16 halaman. Tentunya ada rubrikasi baru yang menjadi sendi dinamisme sebuah lembaga pers dalam merespon reaksi konsumen dan mempertajam visi maupun misi media. Keputusan resizing memang dinilai tepat. Dalam tampilan yang futuristik, ciamik dan sporty, KPO mempertegas identitas sebagai media yang mandiri, penuh dinamika dan berani tampil beda dengan desain yang kerap ‘norak dan nyeleneh”. Apalagi slogan Jangan Anggap Enteng, kian memprodusir keyakinan diri bahwa dalam hal tipografis, KPO mengedepankan tren terkini perkembangan media plus pilihan pribadi untuk mendesain identitas diri. Tidaklah benar bila perubahan format media tanpa arah dan rencana matang. Juga tidak sembarang media melahirkan rubrikasi baru yang harus terus dihidupi dengan pendalaman materi liputan.
Kategori berita yang disaji memenuhi kriteria penting, menarik dan mengandung hiburan. Tentunya diperkuat referensi (references) dan daftar bacaan (list of readings). Dengan begitu pembaca akan tahu pemikiran mana dan fakta mana berasal dari siapa dan tahun berapa. Suatu keteledoran serius di dalam dunia jurnalistik akan mendapat sanksi publik. Koran itu ditinggalkan pembaca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar